Rapat Koordinasi Keswan dan Kesmavet Se-Kalimantan

Rapat Koordinasi Keswan dan Kesmavet Se-Kalimantan

Tideng Pale- (Sipedet News)- Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Tana Tidung, mengikuti Rapat Koordinasi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner se-Kalimantan tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Balai Veteriner Banjarbaru Kalimantan Selatan.

Rakor tersebut diikuti oleh seluruh Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan se-Kalimantan baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Kota Banjarmasin pada tanggal 07 – 09 Maret 2018 dari Kabupaten Tana Tidung dihadiri oleh Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan A.Ikhtaful Maskur M, juga dihadiri Direktur Kesehatan Hewan dan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Republik Indonesia,  Balai Karantina Pertanian Kelas I Balikpapan Kalimantan Timur, dan Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin kalimantan Selatan.

Menurut Ikhtaful dari Rakor tersebut ada beberapa kesepakatan dan hasil rumusan sebagai berikut :

  1. Pulau Kalimantan masih berstatus bebas brucellosis sehingga pemeriksaan tes RBT wajib dilakukan 100% terhadap sapi dan kerbau baik bibit maupun potong yang masuk ke wilayah Kalimantan dan menerapkan test and slaughter;
  2. Dalam upaya pengendalian PHMS di Pulau kalimantan sangat diperlukan adanya intervensi dari pemerintah (Pusat/Propinsi/kab/kota) terutama dalam hal : SDM, penambahan SDM teknis (Medik Veteriner dan Paravet) oleh pemerintah Pusat/Provinsi/Kab/Kota sesuai dengan kebutuhan untuk mengantisipasi mengingat banyaknya ASN Teknis yang memasuki masa pensiun; Optimalisasi peran puskeswan dalam pengendalian PHMS diperlukan penguatan antara lain SDM (jumlah dan kompetensi), sarana laboratorium dan biaya operasional; Penguatan Laboratorium tipe B untuk peningkatan kapasitas pengujian agar diperlukan standar pengujian laboratorium yang terakreditasi; Membangun RPH dan RPU minimal satu unit disetiap kabupaten/kota dan melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pemotongan di TPH; Kembali mengaktifkan dan mengoptimalkan “Check Point” di setiap wilayah perbatasan antar Provinsi guna pemantauan lalu lintas hewan ternak sehingga penyebaran penyakit hewan dapat dikendalikan; Penguatan Puskeswan dan fasilitas pendukung agar pengendalian PHMS dapat dilakukan di lokasi strategis; Menyediakan anggaran yang cukup sesuai kebutuhan.
  3. bahwa mengingat posisi strategis Pulau Kalimantan yang berbatasan langsung dengan negara lain selain pengendalian PHMS yang difokuskan pada penyakit prioritas strategis (RABAH dan JD) perlu diantisipasi penyakit eksotik seperti Nipah, PMK, BSE, JE;
  4. Meningkatkan Komunikasi dan koordinasi secara intensif lintas sektoral terhadap informasi kasus yang terjadi di wilayah masing masing dengan pendekatan metode one health;
  5. Untuk efektifitas dan efisiensi pengendalian rabies melalui vaksinasi perlu dilakukan zoning wilayah. Wilayah tertular target minimal 70% dari estimasi populasi, kemudian dilanjutkan dengan monitoring post vaksinasi rabies setelah 2-3 bulan pasca vaksinasi untuk mengetahui tingkat kekebalan yang terbentuk;
  6. KIE sangat penting untuk ditingkatkan terhadap masyarakat yang mengkonsumsi HPR, karena sebagian HPR yang telah divaksinasi ikut terkonsumsi sehingga mengurangi kekebalan kelompok yang pada akhirnya kelompok tersebut menjadi rentan terinfeksi Rabies (siklus Rabies berulang di dalam kelompok);
  7. Dalam hal upaya pengendalian dan pemberantasan wabah PHMS/zoonosis diharapkan keterlibatan BPBD dalam hal tanggap darurat, diharapkan adanya peraturan desa/keputusan desa di semua provinsi di Kalimantan, melibatkan generasi muda yang dimulai dengan melakukan KIE;
  8. Sehubungan ditemukannya Brucellosis khususnya di Pulau Laut Kalimantan Selatan maka diperlukan dukungan pusat untuk tindak lanjut agar penyebaran penyakit dapat dihentikan;
  9. Surveilans terhadap PHMS dilaksanakan tidak hanya di kabupaten/kota terdekat, tetapi juga dilakukan di tempat-tempat terpencil dengan populasi ternak yang banyak dan HPR;
  10. Perlu rapid test kit untuk Rabies, AI dan Brucellosis untuk membantu petugas dalam peneguhan diagnosa sementara;
  11. Diperlukan dana operasional untuk petugas pelaksana vaksinasi Rabies selain pengadaan vaksin itu sendiri dan biaya operasional untuk Kabupaten/Kota dalam pengendalian pemotongan betina produktif dan penerapan NKV;
  12. Perlu ditingkatkan sosialisasi penerapan NKV pada unit usaha peternak Kabupaten/Kota agar semua unit usaha yang ada dapat menjual produknya pada tempat-tempat strategis;
  13. Dinas Kabupaten/Kota diharapkan mendorong unit usaha untuk melakukan sertifikasi NKV, sehingga semakin banyak unit usaha yang memenuhi sertifikat NKV.

Untuk mendukung kegiatan tersebut di Kabupaten Tana Tidung perlu adanya dukungan baik moril maupun materiil dari Kabupaten sehingga target pembebasan PHMS dan peningkatan pangan asal hewan yang ASUH dapat tercapai dengan baik. Pelaksanaan kegiatan monitoring keamanan produk pangan asal hewan melalui pembinaan, sertifikasi NKV dan pengawasan unit-unit usaha dan peredaran pangan asal hewans ehingga akan tercapai produk pangan asal hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH), harapan Ikhtaful. Admin