Rakor Regional Rabies se-Kalimantan Tahun 2019

Rakor Regional Rabies se-Kalimantan Tahun 2019

Tideng Pale- (Sipedet News)- Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Tana Tidung, mengikuti Rapat Koordinasi Regional Rabies se-Kalimantan tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Rakor tersebut di laksanakan di Kota Balikpapan pada tanggal 22 – 24 April 2019 dari Kabupaten Tana Tidung dihadiri oleh Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan A.Ikhtaful Maskur M, diikuti oleh seluruh Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan se-Kalimantan baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Kepala Balai Karantina Pertanian se-kalimanatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten se-Kalimantan, Bagian Kesra Provinsi dan Kabupaten se- Kalimantan dan Bappeda Provinsi dan Kabupaten se-Kalimantan, juga dihadiri sekaligus sebagai narasumber dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner), dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan Perikanan dan Peternakan DKI, Dinas Pemerintahan Desa Kalimantan Timur, Bvet Banjarbaru dan pemaparan situasi kondisi rabies oleh Tikor Rabies Kalimantan Timur, Tikor Rabies Kalimantan Selatan, Tikor Rabies Kalimantan Tengah, Tikor Rabies Kalimantan Barat dan Tikor Rabies Kalimantan Utara.

Menurut Ikhtaful dari Rakor tersebut ada beberapa kesepakatan dan hasil rumusan yaitu :

  1. Perlu segera penyusunan road map pembebasan Rabies 2028 agar menjadi pedoman bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam tahapan pengendalian dan pembebasan penyakit Rabies di Pulau Kalimantan yang difasilitasi oleh Balai Veteriner Banjarbaru.
  2. Strategi utama pencegahan, pengendalian dan pemberantasan rabies yaitu akurasi dan estimasidata populasiHPR sehingga vaksinasi yang dilakukan dapat tepat sasaran serta melakukan cakupan vaksinasi mencapai minimal 70%dari populasi HPR dengan didukung eliminasi HPR liar dan diliarkan melalui pendekatan yang bersifat teknis dan non teknis (sosial budaya) sehingga dapat menekan kasus positif rabies.
  3. Penanggulangan rabies berbasis desa atau masyarakat dengan memanfaatkan Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) yang dididik/dilatih dan didampingi oleh dokter hewan/petugas berwenang dalam melakukan pemetaan sensus populasi anjing dari rumah ke rumah serta kampanye perubahan perilaku pemeliharaan Hewan Penular Rabies (HPR).
  4. Diperlukan perencanaan yang baik antara Pemerintah dan Pemerintah daerah dalam menetapkan jumlah kebutuhan vaksin, rencana kegiatan vaksinasi, kebutuhan dana operasional, penyiapan sumber daya manusia dan fasilitas pendukung lain dalam pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan rabies di Kalimantan. Untuk hal ini diperlukan adanya fasilitasi langsung oleh Pemerintah (Direktorat Kesehatan Hewan dan Balai Veteriner Banjarbaru).
  5. Penyediaan vaksin anti rabies untuk HPR, Vaksin dan serum anti rabies untuk manusia oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka pengendalian dan pemberantasan diharapkan dapat dilaksanakan tepat waktu, sasaran dan sesuai dengan kebutuhan serta mengupayakan ketersediaan VAR dan SAR yang halal.
  6. Mekanisme dan kesepakatan dalam cost sharing pengendalian dan pemberantasan rabies di Kalimantan, sehingga secara jelas dipetakan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya.
  7. Perlu adanya pengawasan lalu lintas yang lebih baik dalam rangka mencegah penyebaran Penyakit Rabies di Kalimantan dengan memperhatikan aspek teknis kesehatan hewan (analisa resiko), sosial, budaya dan ekonomi. Pengawasan ini dilakukan bekerjasama dengan UPT Karantina Pertanian di tempat pemasukan/pengeluaran yang telah ditetapkan.
  8. Dalam rangka mendukung target pembebasan rabies di seluruh Kalimantan, perlu adanya regulasi khusus terkait pengendalian rabies di tingkat Pemerintah Daerah melalui Peraturan Gubernur atau bahkan Peraturan Daerah. Regulasi ini harus mencakup semua aspek penting yang diperlukan dalam pengendalian rabies mulai dari penyediaan sarana dan prasarana, pengaturan tentang pemeliharaan HPR, Lalu lintas, surveilans dan hal penting lainnya.
  9. Perlu adanya koordinasi dan komunikasi intensif antar Provinsi dalam menginformasikan situasi kasus Penyakit Rabies dan penanganan kasus di wilayah masing-masing, sehingga antisipasi dapat dilakukan khususnya terkait lalu lintas hewan antar provinsi khususnya pada daerah perbatasan dengan meningkatkan peran dan fungsi check point.
  10. Pemberdayaan petugas dan revitalisasi serta optimalisasi peran Rabies Centre di Kabupaten/Kota sebagai pusat informasi dan rujukan kasus gigitan serta optimalisasi peran dan fungsi Rabies Centre terutama dalam penyediaan VAR khususnya pada daerah atau kabupaten/kota beresiko tinggi terhadap kasus rabies.
  11. Perlu adanya kajian khusus terkait situasi Penyakit Rabies di Pulau Derawan (Kaltim) dan Pulau Laut (Kalsel) serta Pulau Karimata (Kalbar) dalam rangka penetapannya sebagai daerah bebas rabies melalui tahapan surveilans terstruktur dan kajian oleh komisi ahli kesehatan hewan, untuk kemudian direkomendasikan ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
  12. Pengembangan koordinasi yang lebih baik antara instansi kesehatan dan kesehatan hewan dalam rangka penanganan kasus dan surveilans terintegrasi Penyakit Rabies, serta strategi yang holistik dan saling terkait antara dasar hukum, infrastruktur, kebijakan dan program, komunikasi antar seluruh elemen masyarakat (di DKI Jakarta) sebagai model.
  13. Diperlukan adanya strategi dan peningkatan komitmen lintas sektor dalam mempertahankan wilayah yang bebas Penyakit Rabies di Kalimantan yaitu Kalimantan Utara (Pulau Tarakan, Pulau Sebatik dan Pulau Nunukan ).
  14. Perlunya dibuat wadah atau website bersama untuk sharing informasi dan  diskusi dalam upaya penguatan jejaring informasi dan edukasi pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit rabies yang melibatkan 5 provinsi di Kalimantan, sehingga akses informasi dapat diketahui dengan cepat dengan fasilitasi Balai Veteriner Banjarbaru.
  15. Tindak lanjut hasil pertemuan Rapat Koordinasi Regional Rabies oleh masing-masing Provinsi se-Kalimantan dengan tetap memperhatikan dan menjalin koordinasi lintas sektoral dan Provinsi.
  16. Menunjuk Provinsi Kalimantan Selatan sebagai tuan rumah Rapat Koordinasi Regional Rabies se-Kalimantan tahun 2020, sekaligus menjadi koordinator yang bertugas dalam mengadvokasi masalah-masalah strategis rabies di Kalimantan, serta mengevaluasi tindak lanjut hasil rumusan ini.

Untuk mendukung pembebasan Rabies tahun 2019 di Kabupaten Tana Tidung perlu adanya dukungan moril maupun materiil dari seluruh pihak dan stakeholder terutama masayarakat di Kabupaten Tana Tidung sehingga target tersebut dapat tercapai lanjut Ikhtaful. Langkah-langkah yang harus dilaksanakan adalah melakukan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) kepada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang bahaya penyakit rabies, tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR), pentingnya tata cara pemeliharaan HPR yang baik dan bertanggungjawab, segera melaporkan kasus yang ditemukan untuk tindakan dan penanganan lebih lanjut dan peningkatan pengawasan lalu lintas Hewan Penular Rabies antar wilayah terutama perbatasan antar kabupaten imbuh Ikhtaful. Admin.