Monitoring HPAI
Tideng Pale- (Sipedet News) – Dalam rangka untuk mengetahui kondisi terkini di lapangan terkait dengan Avian influenza (AI) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Utara dan Dinas Pertanian,Pangan dan Perikanan Kabupaten Tana Tidung melakukan kegiatan monitoring. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 07 September 2020 di beberapa peternakan ayam pedaging.
Di sarikan dari isikhnas.com, Avian influenza (AI) merupakan penyakit viral akut pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza type A subtipe H5 dan H7. Semua unggas dapat terserang virus influenza A, tetapi wabah AI sering menyerang ayam dan kalkun. Penyakit ini bersifat zoonosis dan angka kematian sangat tinggi karena dapat mencapai 100%. Virus influenza dibedakan atas 3 tipe antigenik berbeda, yakni tipe A, B dan C. Tipe A ditemukan pada unggas, manusia, babi, kuda dan mamalia lain, seperti cerpelai, anjing laut dan paus. Tipe B da C hanya ditemukan pada manusia.
Virus AI mudah mati oleh panas, sinar matahari dan desinfektan (deterjen, ammonium kuartener, formalin 2-5%, iodium kompleks, senyawa fenol, natrium/alium hipoklorit). Panas dapat merusak infektifitas virus AI. Pada suhu 56ºC, virus AI hanya dapat bertahan selama 3 jam dan pada 60ºC selama 30 menit. Pelarut lemak seperti deterjen dapat merusak lapisan lemak ganda pada selubung virus. Kerusakan selubung virus ini mengakibatkan virus influenza menjadi tidak infektif lagi. Faktor lain adalah pH asam, nonisotonik dan kondisi kering. Media pembawa virus berasal dari ayam sakit, burung, dan hewan lainnya, pakan, kotoran ayam, pupuk, alat transportasi, rak telur (egg tray), serta peralatan yang tercemar. Strain yang sangat ganas (virulen) dan menyebabkan Flu Burung adalah subtype A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C.
Burung-burung liar, Itik, burung puyuh, babi, kucing, kuda, ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung, entok, angsa, kalkun, burung unta, burung merpati, burung merak putih, burung perkutut serta manusia.
Virus AI dikenal sebagai virus yang mudah mengalami mutasi, yaitu perubahan yang menyangkut nukleotida atau asam amino di dalam gen. Pengaruh perjalanan waktu dan perbedaan inang telah menyebabkan perubahan tersebut terjadi. Tampaknya mutasi H5N1 ini menjadi cikal bakal flu burung di Asia, terbukti menimbulkan kematian pada ayam dan korban jiwa manusia
Berdasarkan patotipenya, virus AI dibedakan menjadi Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) atau tipe ganas dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) atau tipe kurang ganas. Tanda yang paling menciri untuk HPAI adalah tingkat kematian yang tinggi yang mencapai 100%. Sebagian besar jenis unggas air liar lebih resisten dibanding unggas piaraan. Virus AI pada unggas liar mungkin tidak menimbulkan gejala sakit, tetapi dapat menjadi sangat ganas pada ayam ras maupun bukan ras.
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dari unggas terinfeksi dan unggas peka melalui saluran pernapasan, konjungtiva, lendir dan feses; atau secara tidak langsung melalui debu, pakan, air minum, petugas, peralatan kandang, sepatu, baju dan kendaraan yang terkontaminasi virus AI serta ayam hidup yang terinfeksi. Unggas air seperti itik dan entog dapat bertindak sebagai carrier (pembawa virus) tanpa menujukkan gejala klinis. Unggas air biasanya berperan sebagai sumber penularan terhadap suatu peternakan ayam atau Masa inkubasi bervariasi dari beberapa jam sampai 3 (tiga) hari pada individual unggas terinfeksi atau sampai 14 hari di dalam flok.
Burung migrasi, manusia dan peralatan pertanian merupakan faktor beresiko masuknya penyakit. Pasar burung dan pedagang pengumpul juga berperanan penting bagi penyebaran penyakit. Media pembawa virus berasal dari ayam sakit, burung, dan hewan lainnya, pakan, kotoran ayam, pupuk, alat transportasi, rak telur (egg tray), serta peralatan yang tercemar. Manusia menyebarkan virus ini dengan memindahkan dan menjual unggas sakit atau mati.
Di Indonesia, Avian influenza yang mewabah sejak pertengahan tahun 2003. Selain menyerang unggas, virus AI juga menginfeksi manusia, sehingga membuat Indonesia menjadikan satu-satunya negara dengan angka kejadian dan kematian tertinggi di dunia. Jenis hewan yang tertular adalah ayam layer di peternakan komersial. Penyebaran secara cepat terutama melalui perdagangan unggas.
Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan Avian Influenza. Usaha yang dapat dilakukan adalah membuat kondisi badan ayam cepat membaik dan merangsang nafsu makannya dengan memberikan tambahan vitamin dan mineral, serta mencegah infeksi sekunder dengan pemberian antibiotik. Dapat pula diberikan pemanasan tambahan pada kandang.
Jika ditemukan kasus AI dapat dilaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan terkait dan selanjutnya diteruskan kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Peneguhan diagnosa dilakukan oleh Laboratorium Veteriner terakreditasi.
Pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit dilakukan berdasarkan Kepdirjennak No: 17/Kpts/PD.640/F/02.04 tanggal 4 Februari 2004 tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influenza pada Unggas (Avian Influenza (Kepdirjennak No: 46/Kpts/PD.640/F/04.04 Kepdirjennak No: 46/PD.640/F/08.05), terdapat 9 Strategi pengendalian Avian Influenza, yaitu:
1) Biosekuriti
Biosekuriti merupakan suatu tindakan untuk mencegah semua kemungkinan penularan (kontak) dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit melalui: pengawasan lalu lintas dan tindak karantina (isolasi) lokasi peternakan tertular dan lokasi tempat-tempat penampungan unggas yang tertular, dekontaminasi (desinfeksi). Jenis desinfektan yang dapat digunakan misalnya asam parasetat, hidroksi peroksida, sediaan amonium quartener, formaldehyde (formalin 2-5%), iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, natrium (kalium) hipoklorit.
2) Pemusnahan unggas selektif (depopulasi) di daerah tertular
Pemusnahan selektif (depopulasi) merupakan suatu tindakan untuk mengurangi populasi unggas yang menjadi sumber penularan penyakit dengan jalan eutanasia dengan menggunakan gas CO2 atau menyembelih semua unggas hidup yang sakit dan unggas sehat yang sekandang. Cara yang kedua adalah disposal, yaitu prosedur untuk melakukan pembakaran dan penguburan terhadap unggas mati (bangkai), karkas, telur, kotoran (feses), bulu, alas kandang (sekam), pupuk atau pakan ternak yang tercemar serta bahan dan peralatan terkontaminasi lainnya yang tidak dapat didekontaminasi (didesinfeksi) secara efektif. Lubang tempat penguburan atau pembakaran harus berlokasi di dalam areal peternakan tertular dan berjarak minimal 20 meter dari kandang tertular dengan kedalaman 1,5 meter. Apabila lubang tempat penguburan atau pembakaran terletak di luar peternakan tertular, maka harus jauh dari pemukiman penduduk dan mendapat ijin dari Dinas Peternakan setempat.
3) Vaksinasi
Vaksinasi dilakukan karena kebanyakan masyarakat Indonesia memelihara ayam tanpa dikandangkan, sehingga kemungkinan terinfeksi virus dari alam akan lebih besar. Tujuan pelaksanaan vaksinasi adalah untuk mengurangi jumlah hewan yang peka terhadap infeksi dan mengurangi sheding virus atau virus yang dikeluarkan dari hewan tertular sehingga mengurangi kontaminasi lingkungan (memutus mata rantai penyebaran virus AI). Kebijakan vaksinasi saat ini adalah menggunakan vaksin yang sudah mendapatkan registrasi, diperuntukkan peternakan sektor 1, 2 dan 3 swadaya, serta peternakan sektor 4 dibantu pemerintah.
Evaluasi program vaksinasi AI dilakukan melalui a). Rasional Vaksinasi: Vaksinasi menurunkan kepekaan terhadap infeksi dan mengurangi pengeluaran virus dari tubuh unggas (baik dalam waktu dan jumlah), sehingga merupakan alat yang tepat untuk menurunkan insidens kasus baru dan sirkulasi virus di lingkungan; b). Syarat Suksesnya Program Vaksinasi: Vaksinasi harus dianggap sebagai alat untuk memaksimalkan tindakan biosekriti dan bias dikombinasikan dengan surveilans untuk mendeteksi secara cepat setiap perubahan dari antigenik virus yang bersirkulasi.
4) Pengendalian lalu lintas yang meliputi pengaturan secara ketat terhadap pengeluaran dan pemasukan unggas hidup, telur (tetas dan konsumsi) dan produk unggas lainnya (karkas / daging unggas dan hasil olahannya), pakan serta limbah peternakan; pengawasan lalu lintas antar area; pengawasan terhadap pelarangan maupun pembatasan lalu lintas.
5) Surveilans dan Penelusuran
Surveilans merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur untuk mengetahui status kesehatan hewan pada suatu populasi. Sasarannya adalah semua spesies unggas yang rentan tehadap penyakit dan sumber penyebaran penyakit. Dalam melakukan surveilans harus dilakukan penelusuran untuk menentukan sumber infeksi dan menahan secara efektif penyebaran penyakit dan dilakukan minimum mulai dari periode 14 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai tindak karantina mulai diberlakukan.
Tujuan utama dari surveilan AI adalah untuk memberikan informasi yang akurat tentang tingkat penyakit AI dan faktor faktor penyebabnya dalam populasi untuk tujuan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan.
6) Peningkatan kesadaran masyarakat (Public Awareness)
Merupakan sosialisasi (kampanye) penyakit AI kepada masyarakat dan peternak. Sosialisasi dilakukan melalui media elektronik, media massa maupun penyebaran brosur (leaflet) dan pemasangan spanduk, agar masyarakat tidak panik.
7) Pengisian kembali (Restocking) unggas
Pengisian kembali (restocking) unggas ke dalam kandang dapat dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan setelah dilakukan pengosongan kandang dan semua tindakan dekontaminasi (desinfeksi) dan disposal selesai dilaksanakan sesuai prosedur.
8) Pemusnahan unggas secara menyeluruh (stamping out) di daerah tertular baru.
Apabila timbul kasus AI di daerah bebas atau terancam dan telah didiagnosa secara klinis, patologi anatomis dan epidemiologis serta dikonfirmasi secara laboratoris maka dilakukan pemusnahan (stamping out) yaitu memusnahkan seluruh ternak unggas yang sakit maupun yang sehat dalam radius 1 km dari peternakan tertular tersebut.
9) Monitoring, Pelaporan dan Evaluasi.
Monitoring adalah usaha yang terus menerus yang ditujukan untuk mendapatkan taksiran kesehatan dan penyakit pada populasi yang dilakukan oleh pusat dan daerah serta laboratorium (BPPV/BBV).
Pelaporan meliputi laporan situasi penyakit dan perkembangan pelaksanaan, pengendalian dan pemberantasan penyakit.
Pelaksanaan evaluasi dilakukan setelah selesai kegiatan operasional lapangan. Materi yang penting diantaranya adalah penyediaan dan distribusi sarana (vaksin, obat, peralatan dan lain-lain), realisasi pelaksanaan opersional (vaksinasi, pengamatan, diagnosa, langkah-langkah/tindakan yang telah diambil dalam pengendalian dan pemberantasan) serta situasi penyakit (sakit,mati, stamping out, kasus terakhir) dan lain-lain.
Kegiatan yang dilakukan di Kabupaten Tana Tidung ini merupakan tahap monitoring, setelah secara rutin dilakukan biosecuriti, pengendalian lalu lintas, surveilans dan Public Awareness, sedangkan untuk kegiatan vaksinasi tidak dilaksanakan karena berdasarkan hasil surveilans secara rutin masih zero. Admin.